Sabtu, 24 Desember 2011

REFLEKSI HARI IBU

Aku tidak tau
saat kulihat danau air mata ibu
haruskah aku berenang didalamnya
ataukah
aku hanya bisa mengambilnya
sebagai air wudhu?
agar aku bisa bersujud
mengadu
keluh kesah diatas sajadah
hingga air mataku mengalir
bermuara pada danau air mata ibu
atau
Aku harus mereguknya
sebagai penawar racun
hingga otot nan lesu
kembali mengeras
mendobrak batu?
(Pasongsongan, 22-12-2011)
 

Minggu, 20 November 2011

CORAT-CORET


SEBUAH PENGHIANATAN
Oleh: Abd. Muni Rozin
Kicau burung mulai mendayu-dayu, beberapa ekor tanpak sibuk mengurusi anak-anaknya belajar mencari mangsa terbang dari ranting keranting, merka asyik bercengkerama menyambut Mentari pagi yang sebentar lagi akan menggantikan sinar fajar. Beberapa kuntung buah Mangga yang mulai ranum semakin jelas dipandang mata mengundang gairah bagi siapa saja yang memandanginya. “Subhanallah!, Maha SuciALLAH yang telah menganugerahkan keindaha dipagi ini”, aku bergumam dalam hati. Tapi keindahan ini kurang sempurna jika tidak dinikmati oleh setiap insane ciptaan-NYA.
Aku menoleh lagi pada ruang tengah, belum ada yang berubah, mereka masih terlelap menikmati mimpinya masing-masing. Mimpi dipgi hari memang biasa bagi mereka, apalagi tadi malam adalah “Ferewell Party”, pesta perpisahan dalam rangka jumpa kader yang telah diselenggarakan selama tiga hari. Mereka yang tinggal disekretariat ini sebagian besar menjadi panitianya.
Ring-tone HP-ku berdering, aku beranjak dari angan dan segera mengangkat telfon, ternyata no. baru belum tercover dalam memori HP-ku.
“Assalamualaikum”,
“waalaikumsalam”, jawabnya dari seberang,
”dengan siapa saya bicara?”,
 “saya anggota baru ASMARA, ini dengan Kak Joyful kan?”, teman-temanku meman biasa memenggilku dengan nama itu,
“maaf, salah sambung”. Sebuah kalimat yang menyatakan kebohongan terpaksa aku lontarkan seterpaksa jemariku memencet tombol switch HP-ku.
Matahari terus merangkak menyapa apa saja dan siapa saja yang dijumpainya, intensitas sinarnya yang semakin panas membuat gerah suasana, aktifis-aktifis ASMARA yang sejak tadi terlelap kini satu persatu mulai beranjak dari mimpi masing-masing dan bergegas melangkahkan kaki kedunia nyata, belahan timur bumi Madura yang saat ini menjadi objek wisata bagi oprang-orang manca Negara karena panorama alamnya juga karena memiliki buday-budaya yang unik dimata dunia. Hal ini juga yang menjadi back ground dideklarasikannya “Asosiasi Mahasiswa Madura (ASMARA)”, dengan take line-nya “Dari Madura untuk Indonesia”, sebuah organisasi kemahasiswaan ternama sekaligus menjad ikon perjalanan dan perkembangan Madura pasca Suramadu, dengan visi intinya “Melestarikan budaya asli Madura dengan berorientasi pada norma agama dan susila.
“Kita sebagai Mahasiswa, segai kaum akademis, sekaligus sebagai kaum intelektual harus mamapu mejadi Agent of Change / agen perubahan, baik perubahan internal kita yang meliputi sikap dan pemikiran kita, maupun perubahan eksternal yaitu lingkungan social kita, sehingga kita mampu menjadi Agent of  Social Control / agen control sosial”, sebuah orasi yang sarat dengan makna perjuangan dan nilai kemanusiaan itu disambut dengan aplos membahana dari peserta, karena mampu menyematkan motivasi dipundak kader-kadernya. “Ah, kata-kata itu hanya akan menjadi racun yang akan melenyaokan eksistensi anak-anak bangsa!”, aku segera menghapus kata-kata itum membiarkannya mengendap dari permukaan memori otakku.
***
            Jarum jam menunjuk angka 08.30, aku belum beranjak dari tempat dudukku, di Pantai utara bagian timur pulau Madura, “Pantai Slopeng” yang dikenal juga dengan sebutan Pantai Cemara, karena memang pantai itu dihiasi oleh pohon-pohon cemara diatas gunung pasir yang berkilauan saat diterpa sinar Matahari laksana gunung emas yang mampu menyihir retina mata siapa saja yang cinta keindahan natural.
            Berkali-kali ring-tone HP-ku mengalunkan lagu rindu nan syahdu, lagu kesukaanku yang mengisahkan kenangan-kenangan dimasa lalu, tapi aku abaikan saja. “Paling itu pengurus ASMARA yang sedang menunggu kehadiranku dalam Forum Kajian Ilmiah tentang isu-isu actual menyongsong perjalanan Madura kedepan.” Aku memprediksi dalam hati, tapi aku yakin memang demikian, karena sudah beberapa kali aku tidak hadir dalam forum tersebut termasuk saat rapat kerja bulanan.
            Saat ini aku memang ada dalam struktur kepengurusan, karena dilihat dari kinerja beberapa dekade sebelumnya yang mungkin dinilai positif dan dianggap mampu, maka aku ditugaskan sebagai koordinator Departemin kaderisasi . semakin lama aku aktif di ASMARA ada suatu hal yang sangat mengganjal dan itu sangat bertentangan dengan obsesiku sebelumnya.
Awalnya aku ingin mengabdi dan mencurhkan seluruh kemampuanku untuk berproses di ASMARA demi masa depan madura, tapi saat ini aku malah merasa berdosa berkecipung didalamnya, “Astaghfirullah!”, aku membayangkan betapa besar dosa-dosaku, dosa teman-temanku, juga dosa kader-kader baru yang akan terimitasi dan mewarisi dosa yang diwariskan seniornya. Hal ini yang menjadi alasan kuat bagiku untuk tidak aktif melaksanakan recruitment.
            Aku mencium  bau penghianatan dalam ASMARA, “jika kalian eksis mengawal dan mendukung program ini, maka kebutuhan finansil ASMARA akan terpenuhi”. Kata-kata itu selalu muncul dalam benakku, mengganggu setiap aktifitasku bahkan saat detik-detik pengaduanku pada Tuhan. Kata-kata yang tanpa sengaja aku dengaar dari percakapan antar peminpin, Ainul presiden  ASMARA dengan seorang peminpin staf pemerintahan disela-sela acara Sosialisasi PEMDA mengenai program kawasan wisata madura.
            Beberapa kali aku angkat masalah itu dalam forum, mengingatkan teman-teman  untuk kembali pada idealisme organisasi, berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan dengan nafas pengorbanan, tanpa campur tangan pihak-pihak yang punya kepentingan yang selalu menawarkan umpan kesejahteraan finansaial.
            “Karena tanpa mereka kita, akan lebih eksis berjuang, bebas terbang tanpa sekat-sekat yang mengekang, juga belajar bersikap kuat saat ituasi lemah dan menantang”.
Setiap kali aku menyampaikan hal itu, maka dengan gencar mereka menepis dengan argumen- argumen palsu.
            ASMARA telah kehilangan jati diri, dan tidak mudah bagi seorang aku untuk mengembalikan hal itu, apalagi yang memahanmi dan menyadari hanya segelintir orang saja. Hanya satu cara yang bisa kulakukan, yaitu mencegah setiap kader baru untuk tidak masuk pada ASMARA, dan itu sangat mudah aku lakukan, karena yang menangani recruitment kader adalah aku senduri, walaupun imbasnya aku akan dianggap tidak becus kerja atau bahkan dianggap penghianat.
            Aku memang berhianat pada ASMARA dan aku sedang menyusun misi baru sebagai wahana baru bagi mahasiswa yang ingin berproses, melalui  “Ikatan Mahasiswa Agamis Nasionalis (IMAN)” yang bertaraf nasional. Organisasi ini aku rintis dengan teman-teman di seluruh wilayah Indonesia yang menyadari ancaman materialisme-kapitalis yang saat ini mulai merasuki paradigma berfikir generasi bangsa. Hal ini yang membuat aku enggan untuk hadir dalam Forum Kajian Ilmiah hari ini.
“Joy, kamu ditunggu teman-teman disekretariat, buruan!”, Amin ternyta menyusullku ketempat ini hanya untuk menyampaikan hal itu, tanpa basa-basi aku langsung mengambil kendaraan dan melesat menuju secret yang jaraknya hanya sekitar 500 m. dari tempat itu.
            Suasana forum tampak senyap saat aku masuk, mengisyaratkan ada peristiwa besar dalam pertemuan itu, beberapa pasang mata mengikuti langkahku hingga aku mengambil posisi didekat Sek-Jen ASMARA karena memang hanya tempat itu yang kosong, “silahkan duduk Joy, sudah lama tidak menampakkan batang hidungnya dalam forum!”, sapa Sek-Jen ASMARA yang biasa dipanggil Teguh, dengan intonasi hangat, Ia berusaha menyembunyikan sikap yang sesungguhnya padaku, tapi aku tetap marasakan dari sorot matanya. “terimakasih!”, ku jawab santai.
            “Presiden ASMARA tidak bisa hadir dalam forum ini, tetapi beliau meminta kam untuk segera menyetorkan berkas laporan kinerjamu selama tiga bulan sebelumnya”. Teguh kemudian memberikan fomat laporan yang telah disedikan, “saya harap kamu bisa mempertanggung jawabkan kinerjamu selama ini, Joy!”,
“Baik, minggu depan akan aku sampaikansecara tertulis saat Rapat Kerja”.
“ya, terimakasih, aku percaya padamu”. Jawab Teguh sambil menepuk pundakku.
            Pertumuan hari itu berakhir sekitar jam 11.30, aku langsung bergegas kedalam kamar dan menyalakan Komputer disudut ruangan. Beberapa blanko laporan kinerja yang aku terima dari Teguh aku isi dengan data-data yang ada dalam dokumenku, sekaligus aku selipkan selembar kertas warna hijau sebagai lampiran, dan bagiku lampiran itu justru menjadi inti dari laporan yang aku tulis pada Presiden ASMARA, Ainul, dan aku sangat berharap laporan itu juga dibacakan untuk semua anggota rapat kerja mendatang, karena mulai saat ini aku akan meninggalkan ASMARA menuju IMAN.
           

Saudara-saudaraku seperjuangan!
“Aku akan menyampaikan sabda seorang tokoh revolusioner yang sampai saat ini menjadi dasar perinsipku”.
 “ Katakanlah yang benar walaupun itu pahit!”.
“ kita sebagai generasi Madura harus bisa memegang Madura dalam genggaman kasih-sayang kita, karena kita untuk Madura bukan Madura untuk kita, jangan biarkan kaum borjuis-kapitalis menunggangi organisasi kita, paradigma berfikir kita, juga sikap dan gaya hidup kita. Saat ini,kalian boleh menganggap aku sebagai penghianat, walaupun sebenarnya kalian yang telah menjadikan ASMARA sebagai wahana untuk berhianat!
 Saat ini biarkan aku pergi, karena aku yakin kertas ini akan abadi, dan akan mengantar kalian pada tujuan awal ASMARA yang telah dirumuskan sebagai visi.

Salam Revolusi!”

Minggu, 13 November 2011

SASTRA MADURA


ASMARA CYBERCOMMONITY )*

            From : Lunacutegirl@yahoo.com
            To      : Raihankompas@gmail.co.id
                        ‘……Honey bagaimana keputusanmu, kamu bias mamnuhi permintaanku kan? Kali ini….. saja, demi masa depan kita……”

Raihan coma cengngeng maca pesan e-mail dhari Luna, pello molae ngaremmes edhaina, ngellap esentrong sonarra lampu, nyabana ngaroso jellas ja’ Raihan dhalem kabadha’an bingung, re-lere epece’ tombol Lap Toppa.
                        “…kasih aku waktu ya, untuk beberapa hari ini jangan hubungi aku dulu, kamu ngerti aku kan?”.

Samalem Raihan ta’ ngiddha tedhung, ling-gulingan, agentang, mereng, napang, kantos agentang pole, malem akaton ce’ lanjangnga, lampu se biyasana tera’ nerrangi kamarra ekeni’I kantos epate’e  kadari terro ngiddha’a , tape jang-bajangenna Luna lako dhateng ngombar etadha’na mata. Bibirra se akantha jerruk saloni, matana semorka’, ban obu’na secelleng pale’ katopa’ ce’ paddhangga mesem mo-remmo akantha bulan pornama.
Rassana ate ta’ bias epongkere, Raihan sadar ja’ saongguna Luna tong-settonga babini’ se ekasennengi, Raihan ngarep esettong bakto Luna bias daddi kalowargana kaangguy sa omorra. Tape pangarep kasebbut akantha coma sabates pangarep asabab bannya’ sakale parbidaan antara kaduwana.
“Raihan maulana, kanna’ cong Rama andhi’ parlo”, sowarana ramana dhari amper tengnga. Raihan takerjat dhari ngen-angenna laju kalowar dhari kamarra kalaban parasaan dag dig dug asabab ta’ biyasa ramana ngolok ngangguy nyama lanjannga. “ ka’dhinto Rama badha ponapa?” Raihan osaha ajawab kalaban tennang, “ toju’ gallu sengko’ anya’-tanya’a”.
*     *     *     *     *
Tello taon ganep kabitong dhari bakto penika’an Raihan ban Syarifah, babini’ solehah peyan oreng towana.
Esettong bakto Are nyonar ce’ terrangnga , reng-erengan motor abarna biru se eheyase kembang Malethe akeleran dhateng ban eparkir eyadha’na romana Raihan se laker lowas. Sakabbina onjangan padha dhateng , termaso’ tokoh-tokoh agama, tokoh masyarakat, ban aparat pamarenta se andhi’ hubungan tugas kalaban acra kasebbut ampon lengkap.
Raihan ta’ du.li kalowar dhari kamarra akantha ta’ siyap ka’angguy narema Syarifa asbab atena coma ka’angguy Luna, tape dhabuna Ramana ta’ bisa epaelang dhari pekkerra, “cong ba’na la dibasa la bisa mekker dhimma se lebbi bagus oreng bini’ se ta’ jellas nasabba ban se lakar jellas ka’oladan tengka polana esabban arena”. Raihan bingong ban ragu, sampe’ mosiba ta’ esangka dhateng nimpa Syarifa se andhaddiyagi dhapa’ dha’ ajalla.
Raihan ce’ nyessella aromasa sala sanajjan mosiba kasebbut dhateng elowar prasangka. Raihan ta’ sempat masenneng Syarifa maske coma sa detti’, kastana ate ta’ bisa etambai, Raihan ta’ kalowaran jau dhari Romana , coma ja’-sakejja’ entar ka taneyan budhi toju’ e Taman epenggira Kolam ngabas gulina Aeng ban juko’-juko’ hias se badha e Kolam. Sampe’ tello taon abiddha Raihan odi’ kadibi’an, mongkin reya se andaddiyagi bukte dha’ panyesselanna.
“ Nom, badha sorat dhari Pos”, sowarana Qiqi ngolok dhari amper adha’. On-laon Raihan jaga entar ka ponakanna se ngolok. Sa’abiddha tello taon dhari mosiba se eyalami Syarifa, Qiqi (ponakanna Syarifa) ekapolong Raihan. “ sorat apa , cong?” , Raihan atanya pole, Qiqi ngangka’ bahuna dukalaja anandha’agi ja’ lakar ta’ tao keya. Soratta esambi da’ Romana. Raihan abasanna heran ma’ buruwanna badha sorat se ekerem ngangguy Pos; on-laon ebukka’ soratta;
from: X
to     : Raihan Maulana.
“ Asssalamu’alaikum, anda masih ingat saya?, saya tidak bermaksud mengusik ketenangan , tapi jika anda ingin mengenal saya lebih jauh, bukalah e-mail anda, wassalam. !”

Raihan neng-enneng sakejja’, laju entar ka Lap Top-pa se lakar abit ta’ eguna’agi. “Bismillahirrahmanirrahim”, Raihan molae mokka’ e-mailla.
From : aisyah@muslimah.org.co.id
“ assalamu’alaikum...salam sejahtera dan salam maaf yang tiada tara, dari saya Aisyah. Saya sudah tau dan mengerti sepenuhnya pada situasi yang menimpa kanda. Saya juga ikut sedih dan menyampaikan rasa bela sungkawa atas musibah yang menimpa calon istri kanda. Oleh karenanya saya tidak pernah menghubungi kanda, karena saya kira kehaduran saya hanya akan menambah lara di hati kanda. Saya juga berusaha untuk bisa menerima kenyatan ini.”
            ”Sudah dua tahun saya menjadi Mu’allaf dan mengganti nama saya menjadi Aisyah, saya akan membuang masa lalu saya ( Luna ) menjadi masa depan yang lebih cerah dengan ketulusan dan keilhlasan seorang Aisyah. Tabahkan hatimu kanda, karena Allah tidak akan memberi cobaan siluar batas kemsmpuan hambanya, wassalam...!”,
Raihan notop Lap top-pa kalaban parasaan legga, aeng matana nyapcap ta’ ekarassa, bunga talebat bunga, karana ternyata Luna la aoba daddi oreng bini’ solehah. Sanajjan ta’ daddi judhuna, ca’ oca’na Aisyah bisa masadar ban masabbar atena. Raihan kodu bisa narema kanyata’an se lakar egarissagi Pangiran. Tape edhalem ate kene’na, Raihan ngarep e settong bakto Aisyah bakal daddi judhuna.
Sakalangkong.

Sabtu, 12 November 2011

ANALISIS CERPEN

JILBAB SEBAGAI SIMBOL FEMINISME DALAM CERPEN"SESUATU YANG ASING
KARYA FATLURRAHMAN
Oleh : Abd. Muni Rozin


Anisandia ,sang tokoh utama kedua dalam  cerpen "sesuatu yang nasing", karya fatlurahman digambarkan sebagai sosok wanita yang mengungkapkan niali-nilai feminis melalui jilbab. Penggunaan kata symbol disini dimaksuk karena  pada dasarnya(jika dliat dri makna leksikal atau denotatif), kata 'jilbab' tidakm menyuratkan nilai-nilai feminis secara gamblang namun ia tersirat dalam unsure-unsur pembangun cerpen tersebut.

Penggunaan kata "simbol ,saya adopsi terutama jika dilihat dari  tokoh "aku"sebgai ytokolh utama kesatu , pada kenyatraannya ia tidk maengenal anisandia sama sekali. Sosok anisandia hadi sebagai imajinasi yang mampu menggerqakkan hati tokoh "aku" u ntuk berubah memahami lebih jauh tent amng arti sebuah kesabaran dari sifat-sifat femenim seorabng wanita yang secara fisikologis memiliki sifat halus dan lembut, walaupun pada hakekatnya tidak sedikit tokoh waniuta ynag dihadirkan dalam cerpen tersebut namun hanya satu wanita yang dia anggap sebagai"the real woman" wani6ta sejati atau wanita seutuhnya yaitu wanita muslimah yang tidak pernah melepaskan dirinyha dari jiulbab yang tak lain adalah anisandia. Dari sini sangat jelas bahwa pengarang hendak meangapai  gagasannya tenjtang wanita. Hal ini bias  dilihat dari kutipan berikut.

                                                "setelah aku piker untuyk merubah sikap sdna pola pikir yang selama ini  menjadi bangkai busuk dimata orang-orang perlu kiranya ada membimbing dan mrendampingiku . aku tak mau yang membimbing dan mendampingiku dari kaum laki-laki karena aku ingin belajar sikap kelembutan dari peremlpuan begitu juga dari sifat lembutnya , tapi siapa kira-kira perempuan itu?
                                                                                                                                                             Pikirku kacau

Anisandia , aku pertamakali menemukan nama itu dikoetepian telingaku lewat paraduan kata-kata yang dide3ngungkan para akademisi , ia merupakan perempuan muslilmah yang membuka ruang imajinaqsi bagiku . banyak orang-orang mengatakan demikian, terutama kharun teman sebangku kuliahku , bahwa perempuan yang bernama anisandia tak lpepas menghiasi rambutnya  dengan jilbab, dari warna putih, kuning, hitam, dan ketika ia memakainya kelihatan cocok  semua.

"apakah ini yang dinamakan perempuan seutuhnya?, kau terlalu sempurna bagiku". Suara hati kecilku liar, padahal padahl aku  belum tau seprti apa pearempuan itu. Aku tidak tahu, pujian para plagiat r omantisme terhadap perempuan itu membuat aku plash back pada saat masih menjadi seorang santriwan ketika melihat santri wati

                                                             Studi tentang wanita dalam ranah social dan akademik dikenal denga istilah feminis, secara leksikal dalam KBBI, Feminis berarti, "gerakan wanita yang menuntut persmaan hak antara wanita dan pria", sedangkan dalam Webster Third International Dictionary The English Language (1986: 837), feminisme adalah teori tentang persamaan antara laki-laki dan perempuan dibidang politik, ekonome, dan social, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan kaum wanita. (Suroso dkk. Kritik Sastra, teori, metodologo dan aplikasi, 2009:54)

            Dalam cerpen ini nilai-nilai feminisme lebih dipresentasikan bagaiman sikap dan sifat seorang wanita seharusnya, bukan mengarah pada sebah gerakan wanita dalam mengupayakan kestraan hak-haknya atas kau pria. Hal ini menjadi sebuah kajian yang menarik karena menyajikan wacana yang berbeda denga ideology feminis secara umum, namun hal ini juga semakin menguatkan nilai-nilai feminis yang hendak disampaikan oleh pengarang.

Gerakan feminisme pada awalnya muncul didunia barat, khususnya Amerika Serikat, karena disana wanita dipandang lebih rendah dari kaum laki-laki baik dari segi politik, social maupu kodratnya. Kondisi ini kemudian menjalar keberbagai belahan dunia. Banyak gerakan-gerakan wanita dengan ideology feminisnya mewarnai  percaturan dunia. Gerakan ini mengklaim dirinya sebagai oknom yang tertindas oleh system social yang ada. Bahkan bangsa Indonesia yang sudah nyata mempuyai system social yang berbeda dengan system social dunia barat ikut terjangkit ideology feminis semacam ini, maka hal ini yang hendak disampaikan oleh pengarang , bahwa system social kita berbeda dengan system social dunia barat sehingga nilai-nilai feminisme juga haru dipahami dengan arti yang berbeda pila.
           
Sistem social bangsa kita adalah system social yang kental dengan nilai-nilai agama khususnya Islam sebagai agama terbasar di indnesia. Islam tidak pernah memandamng rendah kaum wanita, namun sebaliknya, wanita diposisiskan sebagai insane mulia terbukti dengan adanya sabda Nabi, bahwa "surga ada ditelapak kaki Ibu (wanita)",
Dalam ranah social perbedaan antara wanita dan pria dipahamisebagai pembagian tugas,. Pria yang secara psikologis dikaruniai kekuatan fisik bertugas untuk menghidupi dan melindungi, sedangkan wanita dengan kelembutannya bertugas menyayangi dan mengayomi generasi penerusnya (anak-anaknya).

Dalam prjalanannya, system social ini semakin kabur, system social barat mulai merasuki system social bangsa Indonisia yang memiliki system social ketimuran. Perubahan ini terjadi disemua lini lapisan masyarakat, terutama kaum remaja, termasuk kalangan akademisi (yang berpendidikan), lebih-lebih yang tidak. Fenomena ini menjadi gambling disajikan oleh pengarang dalam cerpen ini, dengan menjadikan Kampus (lingkungan akademis) sebagai latar dalam cerpen ini. Ternyata pada saat ini sangat jarang menemukan wanita yang konsisten(istikomah) memakai jilbab, hanya Anisandia tokoh imajinasi yang diinsankan oleh tokoh "Aku".

Kata jilbab menjadi sangat penting dalam cerpen ini, sebagai media untuk menyampaikan gagasan pengarang mengenai wanita. Dalam Islam, jilbab merupakan symbol kesadaran ketaatan kepada hokum-hukum syara' sebagai seorang muslimah. Jadi, pengarang hendak mendeskripsikan bahwa wanita yang baik dimata social adalah wanita yang bersikap sesuai dengan tuntunan syari'at Islam, yakni wanita yang senantiasa menjaga kehormatannya, memelihara kesuciannya, dan melindungi diri dan imannya dengan busana yang sempurna.

Dalam cerpen ini, jilbab juga digambarkan sebagai sesuatu yang memiliki kekuatan. Hal ini menjadi suatu keajaiban, karena tokoh "Aku" menjadi sangat terobsesi untuk bias berjumpa dengan Anisandia, wanita berjilbab yang selalu mengisi ruang imajinasinya, bahkan mampu merubah sikap dan pola pikirnya, yang pada awalnya Ia tidak mengenal cinta dan tidak ingin bercinta , sampai cinta itu tumbuh  walau masih sebagai sesuatu yang asing, namun saat cintanya bersemi Ia tahu bahwa Anisandia tidak akan pernah ada untuk dirinya. Ternyata Ia hanya dipermainkan oleh sahabatnya sendiri , namun sama sekali hal itu tidak menyisakan luka. Tokoh "aku" benar-benar berubah dan tmpil sebagai sosok dewasa yang berjiwa tegar.